Jumat, 10 Februari 2012

Cinta Rumah Betang


1.   Rumah betang
Rumah betang merupakan rumah adat dayak dimana suku adat dayak yang dulunya terdiri dari stu keluarga serumpun yang pada akhirnya berkeluarga n membuat rumah tepat disebelah rumah orangtuanya.Dengan kata lain keluarga baru tersebut membuat rumah bersebelahan dengan rumah orng tuany atau mertuanya.dengan alas an bahwa kwluarga baru tersebut masih dapat diawasi oleh orngtuanya tersebut dan budaya adat yg masih kentalpun turut serta dalam pesta pernkahannya,mulai dari proses melamar istrinya,tunangan,nikah adat sampai dengan nikah secara agama atau gerejawi karna pada umumnya masyarakat dayak mayoritas beragama Katolik.
Perlu diketahui ayahku juga buka usaha took klontong kecil-kecilan dan berbisnis jual belu kulat tepatnya kulaan dalam bahasa jawanya.Bisnisnya dimulai dari keluarga ibuku yang kebetulan lagi berusaha mengembangkan bisnisnya.jadi secara langsung maupun tidak langsung,kami anak-anaknya harus siap membantu ditoko maupun membantu yang jual kulat untuk mengangkat karung kulat dan kemudian ditimbang.begitulah seterusnya.
Keluargaku juga demikian, aku terlahir dari 4 bersaudara dan anak ke3. Dulunya s anak bungsu dari 3 bersaudara,tapi berhubung ibu aku tidak cocok ber KB maka pada umurku menginjak 14th lahirlah adikku.oh ya kami berempat semuanya laki-laki,padahal aku berharap yang terakhir perempuan tapi Tuhan menitipkan anak laki-laki lagi kekeluarga kami.
Aku masih ingat saat ibuku hamil pada bulan ke2.pada saat itu keluarga kami dalam masa krisis broken home sampai ayahku tidak mengetahui arti posotof 2 dari dokter saking tidak perdulinya dengan ibu aku,sementara kakak-kakaku juga tidak begitu perduli dengan ibuku. Sampai aku juga yang memutuskan untuk tinggal dengan ibu aku dirumah betang paling ujung no 28.
Pekerjaan ibuku tidaklah mudah,walaupun hamil beliau tetap bekerja seperti ibu-ibu rumah tangga lainnya.Pagi hari jam 5 subuh,oh bahkan jam 4 subuh sudah pergi kekebun karet untuk menyadap karet kalau cuacanya bagus,bahkan tidak jarang pula pas lagi menyadap karet diguyur hujan sia-sia deh pekerjaanny.belakangan masyarakat dayak malah jam 12 tengah malam atau terkadang malah habis nonton bola langsung kekebun karet.jangan salah kebun ini pula yang membuat masyarakat dayak membeli kendaraan seperti motor bahkan mobil dan membuat rumah seperti masyarakat kota pada umumnya.aku juga pernah merasakan betapa dinginnya tengah malam harus stay dikebun karet.bukan dinginnya atau nyamuknya yang aku takutkan,tapi takut hantunya (kok malah parno gini ya)
Dan karena harusnya pas saat hamil muda seorang ibu jangan terlalu kerja keras,maka pada hamil ibuku yang ke 5 sempat bermasalh tapi masih dapat diobati sam dukun kampong.dan pada saat hamil ke 7bulannya dan bertepatan di ulang tahun aku yang ke 14thnya malah kandungannnya bermasalah lagi.aku fikir melahirkan ternyata kata dokternya bermasalah lagi.akhirnya ya tetap seperti itu aku sama ibuku dirumah betangnya sementara ayah,nenek dan kakakku serta bibiku dirumah transny sampai adikku lahir baru ibuku tinggal bersama mereka dirumah transnya,sementara aku tetap sendirian dirumah betang sambil sekolah dan mengurus warung kelontong keluarga.
Setelah melalui beberapa tahap akhirnya kami tinggal serumah di transnya dan rumah betangnya ditempati oleh orang lain.namun bukan berarti endingnya kami satu rumah bahagia,karena pada kenyataannya sampai sekarangpun masih tetap sama saja.
Itupun karena adikku sudah lahir tepat tanggal  tahun baru 2005 jam 5 sore.kalau adikku tidak ada mungkin sampai sekarang masih tetap punya dua rumah yang tidak ada akurnya.dan aku masih sangat ingat lagu dari rumah betang yang dalam bahasa daerahnya rumah panyai.lagu rumah panyai begini lyricnya

Rumah panyai
Rumah panyai diakku adai,mayuh sidak mantai padi
Apai datai ku dah adai ia datai bejalai
Bilik kami mayuh urang sidak datai bejalai
Ari sutik aku mpai kak makai
Nyumai bekeruk campur manuk
Apai datai ku dah adai sidak datai bejalai
Bilik kami mayuh urang ia cucum-cucum grinang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar